Kantor Hukum Sumatra Lawyers

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana March 12, 2025 Pecandu Narkotika tidak dapat dipidana apabila pecandu narkotika tersebut telah melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 55 juncto Pasal 128 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Pasal 55 UU Narkotika(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 128 ayat (2) dan (3) UU Narkotika(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana. Lebih lanjut, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 telah menerapkan pasal tersebut di atas, dimana majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa seharusnya tidak bisa dituntut karena alasan pengecualian penuntutan pidana sesuai ketentuan Pasal 55 ayat (2) juncto Pasal 128 ayat (3) UU Narkotika. Majelis hakim menunjuk fakta bahwa terdakwa sudah melaporkan diri sebagaimana dibuktikan surat keterangan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kediri tertanggal 10 Desember 2015 dan BNN juga merekomendasikan terdakwa mengikuti perawatan medis dalam bentuk rehabilitasi rawat inap. Dalam Putusan tersebut, majelis Hakim juga merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 juncto SEMA Nomor 3 Tahun 2011, yang mengatur tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Pada pokoknya ketentuan SEMA tersebut membenarkan pecandu atau penyalah guna narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan narkotika jenis sabu maksimum 1 gram. Adapun pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 selengkapnya adalah sebagai berikut: “Bahwa, terlepas alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum, Judex Facti salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, putusan Judex Facti bertentangan dangan ketentuan sebagaimana dimaksud di bawah ini;Bahwa, ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 menegaskan bahwa pecandu Narkotika yang sudah dewasa melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya ke Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, dan atau lembaga rehabilitasi medis atau sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis atau sosial;Bahwa, ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menentukan pecandu yang sudah dewasa sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (2), yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 kali masa pengobatan/ perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk pemerintah tidak dapat dituntut;Bahwa, konstruksi fakta hukum berdasarkan actus reus pada tanggal 14 September 2015 bertempat di rumah kontrakan Terdakwa Bambang Susilo bin Bajuri di Ruko Pasar Sepi Kota Kediri dilakukan penangkapan dan penggeledahan. Polisi menemukan 1 bungkus plastik Narkotika jenis sabu berat 0,31 gram serta pipet kaca yang sudah pecah. Sabu tersebut diperoleh/dibeli Terdakwa dari Roma dengan cara memesan melalui telepon lalu mentransfer uangnya, setelah itu mengambil Narkotikanya dengan sistem ranjau. Harga sabu tersebut sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah);Bahwa, Terdakwa ditangkap oleh 2 orang polisi, di persidangan menerangkan bahwa saat ditangkap Terdakwa membawa, menguasai, menyimpan, memiliki Narkotika jenis sabu seberat 0,31 gram. Dipersidangan Terdakwa membenarkan keterangan polisi kalau dirinya membawa, menguasai, memiliki Narkotika. Terdakwa sudah 4 kali membeli sabu dari Roma. Terdakwa sudah berada pada kategori ketergantungan Narkotika pada tingkat yang berat. Sehingga 6 bulan yang lalu Terdakwa pernah datang ke BNN Kota Kediri untuk melaporkan diri sebagai penyalahguna yang sudah kecanduan. Terdakwa pada waktu melaporkan diri BNN telah melakukan assesment;Bahwa, BNN Kota Kediri ketika melakukan assesment menyarankan kepada Terdakwa untuk mengikuti program rehabilitasi rawat inap tetapi Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga sehingga menolak untuk direhabilitasi rawat inap dan meminta rehabilitasi rawat jalan.Bahwa dalam masa perawatan Terdakwa datang satu kali sehingga Terdakwa mengalami perawatan pada saat pertama melaporkan diri dan satu kali setelah assesment rawat jalan.Bahwa assesment dan perawatan pertama dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015, setelah itu Terdakwa datang kembali untuk direhabilitasi rawat jalan;Bahwa, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan Terdakwa sebagai penyalahguna/kecanduan telah memenuhi ketentuan Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 karena telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri dan telah dilakukan assesment dan pengobatan sebanyak dua kali maka secara hukum Terdakwa yang tertangkap membawa, menyimpan atau memiliki Narkotika sebanyak 0,31 gram tidak dapat dilakukan proses atau tuntutan hukum.Bahwa penuntutan terhadap Terdakwa merupakan suatu bentuk kriminalisasi sebab perbuatan Terdakwa a quo telah dikecualikan oleh Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 jo. SEMA No.4 Tahun 2010 perubahan SEMA No.3 Tahun 2011;Bahwa, pada pokoknya ketentuan dalam SEMA tersebut membenarkan penyalahguna Narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan Narkotika jenis sabu maksimum 1 gram;Bahwa, tindakan aparat hukum dalam menangani Terdakwa yang telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri seharusnya tidak melakukan proses hukum, melainkan langsung melakukan perawatan medis dengan cara rehabilitasi rawat INAP berdasarkan rekomendasi assesment BNN Kota Kediri;Bahwa, untuk membuktikan benar Terdakwa telah melaporkan diri dan telah diassesmet oleh BNN Kota Kediri didasarkan pada Surat Keterangan dari BNN Kota Kediri tanggal 10 Desember 2015;Bahwa, berdasarkan alasan pertimbangan tersebut perbuatan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika namun tidak dapat dituntut karena ada alasan pengecualian penuntutan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 jo. SEMA No. 4 Tahun 2010 sebagaimana diubah

Hukuman Penyalahgunaan Bantuan Bencana

Hukuman Penyalahgunaan Bantuan Bencana March 3, 2025 Hukuman atau sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku yang menyalahgunakan bantuan bencana adalah sebagai berikut: 1. Pidana mati2. Pidana penjara seumur hidup3. Pidana penjara selama waktu tertentu4. Pidana denda5. Pidana tambahan Sanksi-sanksi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR) jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan Bencana). Penerapan sanksi terhadap Pelaku yang menyalahgunakan bantuan bencana tersebut menyesuaikan dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila perbuatan pelaku dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi (perbuatan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara) maka pelaku dapat dikenakan pidana mati. Perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi contohnya menyalahgunakan bantuan bencana yang diberikan oleh Kementerian Sosial atau Kementerian Keuangan. Sementara itu, apabila perbuatan pelaku tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi maka pelaku tidak dapat dikenakan pidana mati. Perbuatan yang TIDAK dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi contohnya menyalahgunakan bantuan bencana yang dihimpun dari orang-perorangan atau masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan melalui tabel dibawah ini: No. Perbuatan Pelaku yang dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi Perbuatan Pelaku yang TIDAK dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi 1. Pidana mati (Pasal 2 ayat (2) jo Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor) Pidana seumur hidup (Pasal 78 UU Penanggulangan Bencana) 2. Pidana seumur hidup (Pasal 603 KUHP) Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun (Pasal 78 UU Penanggulangan Bencana) 3. Pidana penjara paling singkat 2 (tahun) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (Pasal 603 KUHP) Denda paling paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) (Pasal 78 UU Penanggulangan Bencana) 4. Pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 603 KUHP) – 5. Pidana tambahan (Pasal 18 UU TIPIKOR jo. Pasal 66 KUHP) – Adapun isi pasal yang mengatur mengenai sanksi bagi pelaku penyalahgunaan bantuan bencana yang dikategorikan perbuatannya sebagai tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut: Pasal 603 KUHP (Perubahan Pasal 2 ayat (1) UU TIPIKOR) (Pidana seumur hidup, penjara sementara waktu dan denda) “Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)” Pasal 2 ayat (2) UU TIPIKOR (Pidana mati) “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU TIPIKOR “Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.” Pasal 18 UU TIPIKOR (Pidana tambahan) “(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi;c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.” Pasal 66 KUHP “Pidana tambahan terdiri atas:a. pencabutan hak tertentu;b. perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan;c. pengumuman putusan hakim;d. pembayaran ganti rugi;e. pencabutan izin tertentu; danf. pemenuhan kewajiban adat setempat” Sementara itu, isi pasal yang mengatur mengenai sanksi bagi pelaku penyalahgunaan bantuan bencana yang TIDAK dikategorikan perbuatannya sebagai tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut: Pasal 78 UU Penanggulangan Bencana “Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, dipidana dengan pidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).” Pasal 65 UU Penanggulangan Bencana“Pengelolaan sumber daya bantuan bencana meliputi perencanaan, penggunaan, pemeliharaan, pemantauan, dan pengevaluasian terhadap barang, jasa, dan/atau uang bantuan nasional maupun internasional.” Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Apakah Tahanan Dapat Dikeluarkan Dari Rumah Tahanan Negara Untuk Pengobatan?

Apakah Tahanan Dapat Dikeluarkan Dari Rumah Tahanan Negara Untuk Pengobatan? March 2, 2025 Tahanan dapat dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) untuk pengobatan. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam dalam Petunjuk Teknis Direktur Jenderal Permasyarakatan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : PAS-08.HM.05.02 TAHUN 2014, Nomor : KEP-002/E/Ejp/03/2014, Nomor : KEP-04/F/Fjp/03/2014 tentang Penempatan, Pembantaran, dan Peminjaman Tahana dan/atau Narapidana, pada huruf C angka 1 dan 2 dikatakan bahwa : Pembantaran penahanan atas tahanan yang ditempatkan dilakukan Kejaksaan setelah berkoordinasi dan menyampaikan surat tertulis kepada RUTAN/ LAPAS. Pembantaran penahanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap tahanan yang sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit atas rekomendasi dokter RUTAN/LAPAS dan/atau dokter pemerintah yang ditunjuk oleh Kejaksaan. Adapun pembantaran ialah pemberian izin oleh pejabat yang berwenang menurut KUHAP kepada tersangka/terdakwa yang menderita sakit dan dirawat dirumah sakit yang berada diluar RUTAN (Rumah Tahanan Negara). Berdasarkan dasar hukum tersebut di atas dengan demikian disimpulkan bahwa seorang tahanan dapat dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara untuk kepentingan pengobatan dengan syarat bahwa tahanan tersebut telah mendapat rekomendasi dari dokter Rutan/Lapas dan/atau dokter pemerintah serta telah berkordinasi dan menyampaikan surat tertulis kepada RUTAN/ LAPAS. Informasi Hukum ini ditulis oleh Chrismo Sitorus- Pengacara Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Keluarga. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0811-664-298. Share:

Sanksi Bagi Perusahaan yang Telat Bayar Gaji

Sanksi Bagi Perusahaan yang Telat Bayar Gaji February 22, 2025 Perusahaan yang telat membayar gaji DIKENAKAN SANKSI DENDA sebagaimana yang diatur dalam Pasal 81 angka 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) juncto Pasal 88A ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang berbunyi: “Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran Upah, DIKENAKAN DENDA sesuai dengan persentase tertentu dari Upah Pekerja/Buruh.” Adapun besaran denda tersebut diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan) yang berbunyi: “Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar Upah sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 55 ayat (1) dikenai denda, dengan ketentuan: a. mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar,  dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang  seharusnya dibayarkan; b. sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan c. sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah.” Lebih lanjut, pengenaan denda gaji tersebut di atas tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja. (Pasal 61 ayat (2) PP Pengupahan) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

BPKP TIDAK Berwenang Menyatakan Kerugian Negara

BPKP TIDAK Berwenang Menyatakan Kerugian Negara February 21, 2025 BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) TIDAK BERWENANG menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara. Adapun Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yang menyatakan: “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan Konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara”  Lebih lanjut, hal tersebut juga diterangkan dalam Pasal 1 angka 1 Juncto Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK). Pasal 1 angka 1 UU BPK “Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Pasal 10 ayat (1) UU BPK “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelolaan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.” Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan demikian disimpulkan bahwa BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) TIDAK BERWENANG menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara. Adapun Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Pasal Pidana Terhadap Pembajakan, Penyebarluasan Siaran, Program, Konten atau Cuplikan Secara Illegal

Pasal Pidana Terhadap Pembajakan, Penyebarluasan Siaran, Program, Konten atau Cuplikan Secara Illegal February 19, 2025 Pasal pidana terhadap tindakan pembajakan dan/atau penyebarluasan siaran, program, konten dan/atau cuplikan secara illegal antara lain sebagai berikut: Adapun uraiannya adalah sebagai berikut: a. Pasal 113 ayat (3) juncto Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, dan/atau g UU Hak Cipta, yang berbunyi: Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, dan g UU Hak Cipta Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi  untuk melakukan: Sebagaimana pertimbangan majelis hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 719/Pid.Sus/2018/PN.Mtr yang menyatakan bahwa perbuatan penayangan siaran tanpa izin dari pemegang hak cipta merupakan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta, dengan pertimbangan sebagai berikut: “Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa pada tanggal 14 Juli 2014 sekitar pukul 04.00 WITA telah menayangkan penyiaran World Cup Brasil 2014 di Hotel Puri Bunga yang merupakan area komersil yang tentunya untuk kepentingan komersiil, yang mewajibkan penyelenggara penayangan FIFA World Cup Brasil 2014 memiliki lisensi atau izin dari Pencipta atau pemegang hak cipta yang ternyata Terdakwa sebagai Manager Hotel Puri Bunga yang menayangkan FIFA World Cup Brasil 2014 tidak memiliki ijin atau Lisensi untuk menayangkan FIFA World Cup Brasil 2014 dari PT Inter Sport Marketing (ISM) sebagai pemegang hak Cipta dan hak penyiaran FIFA World Cup Brasil 2014 hal demikian merupakan pelanggaran hak ekonomi pencipta yang merupakan hak PT Inter Sport Marketing (ISM) maka atas dasar pertimbangan tersebut unsur yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a. huruf b, huruf e dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersiil telah terpenuhi;” b. Pasal 118 ayat (1) juncto Pasal 25 ayat (2) huruf a, b, c dan/atau d UU Hak Cipta, yang berbunyi: Pasal 118 UU Hak Cipta Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 25 ayat (2) huruf a, b, c dan d UU Hak Cipta (1) Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.(2) Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:a. Penyiaran ulang siaran;b. Komunikasi siaran;c. Fiksasi siaran; dan/ataud. Penggandaan Fiksasi siaran. Sebagaimana pertimbangan majelis hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 131/Pid.Sus/2021/PN Cbi yang menyatakan perbuatan penyiaran tanpa izin dari pemegang hak cipta merupakan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat (1) UU Hak Cipta, dengan pertimbangan sebagai berikut: “Perbuatan Terdakwa yang melakukan penyiaran tanpa ijin dari Lembaga Penyiaran PT MOLA TV untuk tujuan komersil melalui website nontonliga.com, nontonliga.us dan afiliasi dari website nonton liga yang terkait diantaranya, nontonligaus.blogspot.com, pptvnow.blogspot.com, pptvsport3.blogspot.com, pptvsport4.blogspot.com dan afiliasi website yang terkait lainnya yaitu pptv3.blogspot.com. dengan demikian unsur ini telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal Pasal 118 ayat (1) Jo Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c dan/atau huruf d Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta” c. Pasal 118 ayat (2) juncto Pasal 25 ayat (2) huruf d UU Hak Cipta, yang berbunyi: Pasal 118 UU Hak Cipta Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuiuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Pasal 25 ayat (2) huruf d UU Hak Cipta (2) Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:d. Penggandaan Fiksasi siaran. Sebagaimana pertimbangan majelis hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 692/Pid.Sus/2021/PN Smg yang menyatakan bahwa perbuatan pembajakan siaran merupakan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat (2) UU Hak Cipta, dengan pertimbangan sebagai berikut: “Menimbang, bahwa Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi; Menimbang, bahwa cara Terdakwa menampilkan jadwal pertandingan dan hasil skor pertandingan sepak bola serta cuplikan goal siaran Liga Inggris pada akun Terdakwa adalah dengan cara Terdakwa mengedit jadwal dan skor pertandingan melalui computer, setelah itu Terdakwa upload di akun Instagram dengan nama akun: “bolapublik” (https://www.instagram.com/bolapublik/), untuk cuplikan goal siaran Liga Inggris setelah didownload kemudian Terdakwa upload di akun Telegram dengan nama akun “bolapublik” (https://t.me/bolapublik) dan akun “bolapublik” (https://t.me/bola publikgroup); Bahwa Terdakwa dalam mengelola akun tersebut telah mendapatkan keuntungan dari sponsor dan iklan (endors). Untuk sponsor pada akun-akun Instagram dengan nama akun: “bolapublik” (https://www. instagram. com/bolapublik/) antara lain : “rumtar365” (https://www.instagram.com/rumtar365/), akun “jadwalbola_tvku” (https:// www.instagram.com/jadwalbolatvku/) dan akun “murnibet_official” (https://www.instagram.com/murnibet_official/). Untuk iklan pada akun akun Telegram dengan nama akun “bolapublik” (https://t.me/bolapublik) dan akun “bola publik” (https://t.me/bolapublikgroup) antara lain: akun “WEBET1882” (https://bit.ly/2OXictq), akun OVOBET188 (https://bit.ly/3oi557l), dan akun SLOTPOKER188 (https://bit.ly3f0kXYn). Keuntungan yang Terdakwa dapatkan dalam 1 (satu) bulan dalam pengelolaan akun Instagram dengan nama akun : “bolapublik”https://www. instagram. com/bolapublik/) sekitar Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) tiap bulan dan akun Telegram dengan nama akun “bolapublik” (https://t.me/bolapublik) dan akun “bolapublik” (https://t.me/ bolapublikgroup) sekitar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan;” Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 118 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Primair.” d.

Mobil Anda Disita Dan Dirampas Untuk Negara Dalam Perkara Narkotika, Apa Upaya Hukumnya yang Dapat Dilakukan?

Mobil Anda Disita Dan Dirampas Untuk Negara Dalam Perkara Narkotika, Apa Upaya Hukumnya yang Dapat Dilakukan? February 17, 2025 Upaya hukum yang dapat anda lakukan jika mobil anda disita dan dirampas untuk negara dalam perkara narkotika adalah dengan mengajukan keberatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Pasal 101 ayat (2) UU Narkotika Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama Pasal 101 ayat (1) UU Narkotika Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara. Merujuk aturan tersebut di atas, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mangajukan keberatan tersebut adalah sebagai berikut: Keberatan diajukan dalam bentuk Perlawanan dan Pemilik Mobil berkedudukan sebagai pihak Pelawan dan Kejaksaan berkedudukan sebagai pihak Terlawan; Perlawanan diajukan secara perdata kepada pengadilan negeri yang bersangkutan yaitu pengadilan yang memutus perkara tindak pidana narkotika; Pelawan haruslah terbukti sebagai Pelawan atau pihak yang beritikad baik; dan Perlawanan diajukan dengan tenggang waktu 14 (empat belas hari) setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama Adapun contoh beberapa Putusan Pengadilan yang menerapkan ketentuan Pasal 101 ayat (2) UU Narkotika tersebut antara lain: Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor : 14/PDT.PLW/2014/PN.STB; Putusan Pengadilan Negeri Sanggau Nomor: 45/Pdt.Plw/2020/PN Sag; dan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor : 14/Pdt.Plw/2013/PN.Plw. Informasi Hukum ini ditulis oleh Buntora Situmorang – Pengacara Medan, keahlian Perkara Pidana khususnya Tindak Pidana Narkotika. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 822-8503-7173. Share:

Anak Wajib Merawat Orang Tua

Anak Wajib Merawat Orang Tua January 22, 2025 Anak berkewajiban memelihata orang tua sebagaimana hal tersebut diterangkan dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 46 UU Perkawinan (1) Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Kewajiban anak yang telah dewasa untuk memelihara orang tuanya juga terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) juncto Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang mengatur bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam LINGKUP RUMAH TANGGANYA, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Pasal 2 UU PKDRT LINGKUP RUMAH TANGGA dalam Undang-Undang ini meliputi:a. suami, isteri, dan anak;b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atauc. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. (2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Anak yang menelantarkan atau tidak memelihara orang tuanya dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 huruf a UU PKDRT. Pasal 9 huruf a UU PKDRT Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); Selain itu anak yang tidak memelihara orang tua juga dapat digugat perdata atas Perbuatan Melawan Hukum, melanggar Pasal 46 ayat (2) UU Perkawinan dan melanggar Pasal 9 ayat (1) juncto Pasal 2 UU PKDRT. Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Langkah Apa yang Dapat Dilakukan jika menjadi Korban Kekerasan Seksual?

Langkah Apa yang Dapat Dilakukan jika menjadi Korban Kekerasan Seksual? January 22, 2025 Langkah-langkah yang dapat dilakukan apabila menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual adalah sebagai berikut 1. Melaporkan kejadian yang anda alami ke lembaga pendampingan korban kekerasan seksual Sebelum melaporkan tindak pidana kekerasan seksual yang anda alami ke pihak yang berwajib dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia, alangkah lebih baiknya anda didampingi oleh lembaga/instansi yang memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Setidaknya ada beberapa lembaga yang dapat mendampingi anda, yaitu: A. Komnas Perempuan Melapor ke Komnas Perempuan dapat dapat dilakukan melalui direct message (DM) pada laman media sosial Komnas Perempuan baik Facebook, Twitter, dan Instagram serta email pengaduan@komnasperempuan.go.id. Laporan yang masuk akan diproses selama 1×24 jam atau lebih cepat, tergantung dengan banyaknya aduan yang masuk. Laporan yang masuk dan diterima oleh Komnas Perempuan akan diteruskan kepada Forum Pengada Layanan yang sesuai dengan domisili korban atau pelapor untuk pendampingan. Untuk pengaduan langsung ke Komnas Perempuan maupun Mitra Pengada Layanan tiap domisili tidak harus korban. Saudara, kerabat, maupun teman yang mengetahui kronologi kekerasan secara rinci dapat turut membantu untuk melaporkan. B. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Selain ke Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga menyediakan layanan call center ke layanan SAPA 129 atau melalui layanan pesan WhatsApp di 08111-129-129 dan layanan pengaduan kekerasan secara daring dalam lapor.go.id/instansi/kementerian-pemberdayaan-perempuan-dan-perlindungan-anak. C. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hadir untuk memastikan perlindungan dan hak saksi dan korban agar kejahatan bisa terungkap. Pengajuan perlindungan ke LPSK dapat melalui call center di nomor 148, WhatsApp di nomor 085770010048, dan melalui akun media sosial LPSK. Penting untuk dicatat bahwa sebelum anda melakukan pengaduan atau pelaporan ke lembaga diatas, anda harus sudah menyiapkan bukti yang dapat mendukung laporan atau pengaduan anda. 2. Melaporkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang anda alami ke pihak berwajib Sebagai korban, anda tidak perlu takut untuk melapor ke kepolisian terdekat atau bingung mengenai cara lapor kekerasan seksual. Segeralah laporkan ke pihak kepolisian apabila tindak pidana kekerasan seksual menimpa anda. Polisi nantinya akan memberikan Surat Permintaan Visum et Repertum atau surat polisi yang meminta dokter memeriksa tubuh korban. Anda tidak akan dikenakan biaya untuk pemeriksaan ini. 3. Pendampingan oleh Advokat Secara Praktis, apabila anda menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual anda dapat menggunakan jasa hukum Advokat untuk mendampingi anda. Percayakanlah penyelesaian kasus anda kepada advokat profesional dan berpengalaman. Pendampingan oleh advokat adalah langkah yang terbaik mengingat korban kekerasan seksual banyak yang takut mengenai identitasnya diketahui oleh orang-orang. Dengan menggunakan jasa hukum advokat, korban kekerasan seksual tidak perlu lagi melaporkan tindak pidana yang dialaminya ke lembaga terkait, namun bisa dikuasakan atau diwakilkan oleh advokat yang digunakan jasa hukumnya. Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share: