Kantor Hukum Sumatra Lawyers

Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Terhadap Rumah Yang Akan Dilelang Bank Akibat Kredit Macet (Gagal Bayar)

Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Terhadap Rumah Yang Akan Dilelang Bank Akibat Kredit Macet (Gagal Bayar) March 12, 2025 Upaya Hukum yang dapat dilakukan terhadap Rumah yang terancam dilelang Bank akibat Kredit Macet adalah mengajukan upaya hukum yaitu Permohonan Restukrurisasi Kredit dan/atau Penjualan Rumah atau Objek Tanggungan dibawah Tangan. 1. Permohonan Restrukturisasi Kredit Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 secara umum dijelaskan restrukturisasi kredit dapat diajukan debitur kepada bank dengan mekanisme berupa permohonan: 2. Penjualan rumah atau objek tanggungan dibawah tangan Dengan cara ini debitur dapat terhindar dari pelelangan yang mengakibatkan kerugian penjulan rumah atau objek tanggungan dengan cara pelelangan umum. Karena pelelangan umum biasanya menjual rumah objek tanggungan dengan harga dibawah pasar (harga murah). Mekanisme dapat ini diajukan oleh debitur kepada bank terkait sebagaiman diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Pasal 20 ayat (2)“atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak” Informasi Hukum ini ditulis oleh Buntora Situmorang – Pengacara Medan, keahlian Perkara Pidana khususnya Tindak Pidana Narkotika. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 822-8503-7173. Share:

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana March 12, 2025 Pecandu Narkotika tidak dapat dipidana apabila pecandu narkotika tersebut telah melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 55 juncto Pasal 128 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Pasal 55 UU Narkotika(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 128 ayat (2) dan (3) UU Narkotika(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana. Lebih lanjut, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 telah menerapkan pasal tersebut di atas, dimana majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa seharusnya tidak bisa dituntut karena alasan pengecualian penuntutan pidana sesuai ketentuan Pasal 55 ayat (2) juncto Pasal 128 ayat (3) UU Narkotika. Majelis hakim menunjuk fakta bahwa terdakwa sudah melaporkan diri sebagaimana dibuktikan surat keterangan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kediri tertanggal 10 Desember 2015 dan BNN juga merekomendasikan terdakwa mengikuti perawatan medis dalam bentuk rehabilitasi rawat inap. Dalam Putusan tersebut, majelis Hakim juga merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 juncto SEMA Nomor 3 Tahun 2011, yang mengatur tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Pada pokoknya ketentuan SEMA tersebut membenarkan pecandu atau penyalah guna narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan narkotika jenis sabu maksimum 1 gram. Adapun pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 selengkapnya adalah sebagai berikut: “Bahwa, terlepas alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum, Judex Facti salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, putusan Judex Facti bertentangan dangan ketentuan sebagaimana dimaksud di bawah ini;Bahwa, ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 menegaskan bahwa pecandu Narkotika yang sudah dewasa melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya ke Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, dan atau lembaga rehabilitasi medis atau sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis atau sosial;Bahwa, ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menentukan pecandu yang sudah dewasa sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (2), yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 kali masa pengobatan/ perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk pemerintah tidak dapat dituntut;Bahwa, konstruksi fakta hukum berdasarkan actus reus pada tanggal 14 September 2015 bertempat di rumah kontrakan Terdakwa Bambang Susilo bin Bajuri di Ruko Pasar Sepi Kota Kediri dilakukan penangkapan dan penggeledahan. Polisi menemukan 1 bungkus plastik Narkotika jenis sabu berat 0,31 gram serta pipet kaca yang sudah pecah. Sabu tersebut diperoleh/dibeli Terdakwa dari Roma dengan cara memesan melalui telepon lalu mentransfer uangnya, setelah itu mengambil Narkotikanya dengan sistem ranjau. Harga sabu tersebut sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah);Bahwa, Terdakwa ditangkap oleh 2 orang polisi, di persidangan menerangkan bahwa saat ditangkap Terdakwa membawa, menguasai, menyimpan, memiliki Narkotika jenis sabu seberat 0,31 gram. Dipersidangan Terdakwa membenarkan keterangan polisi kalau dirinya membawa, menguasai, memiliki Narkotika. Terdakwa sudah 4 kali membeli sabu dari Roma. Terdakwa sudah berada pada kategori ketergantungan Narkotika pada tingkat yang berat. Sehingga 6 bulan yang lalu Terdakwa pernah datang ke BNN Kota Kediri untuk melaporkan diri sebagai penyalahguna yang sudah kecanduan. Terdakwa pada waktu melaporkan diri BNN telah melakukan assesment;Bahwa, BNN Kota Kediri ketika melakukan assesment menyarankan kepada Terdakwa untuk mengikuti program rehabilitasi rawat inap tetapi Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga sehingga menolak untuk direhabilitasi rawat inap dan meminta rehabilitasi rawat jalan.Bahwa dalam masa perawatan Terdakwa datang satu kali sehingga Terdakwa mengalami perawatan pada saat pertama melaporkan diri dan satu kali setelah assesment rawat jalan.Bahwa assesment dan perawatan pertama dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015, setelah itu Terdakwa datang kembali untuk direhabilitasi rawat jalan;Bahwa, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan Terdakwa sebagai penyalahguna/kecanduan telah memenuhi ketentuan Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 karena telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri dan telah dilakukan assesment dan pengobatan sebanyak dua kali maka secara hukum Terdakwa yang tertangkap membawa, menyimpan atau memiliki Narkotika sebanyak 0,31 gram tidak dapat dilakukan proses atau tuntutan hukum.Bahwa penuntutan terhadap Terdakwa merupakan suatu bentuk kriminalisasi sebab perbuatan Terdakwa a quo telah dikecualikan oleh Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 jo. SEMA No.4 Tahun 2010 perubahan SEMA No.3 Tahun 2011;Bahwa, pada pokoknya ketentuan dalam SEMA tersebut membenarkan penyalahguna Narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan Narkotika jenis sabu maksimum 1 gram;Bahwa, tindakan aparat hukum dalam menangani Terdakwa yang telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri seharusnya tidak melakukan proses hukum, melainkan langsung melakukan perawatan medis dengan cara rehabilitasi rawat INAP berdasarkan rekomendasi assesment BNN Kota Kediri;Bahwa, untuk membuktikan benar Terdakwa telah melaporkan diri dan telah diassesmet oleh BNN Kota Kediri didasarkan pada Surat Keterangan dari BNN Kota Kediri tanggal 10 Desember 2015;Bahwa, berdasarkan alasan pertimbangan tersebut perbuatan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika namun tidak dapat dituntut karena ada alasan pengecualian penuntutan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 jo. SEMA No. 4 Tahun 2010 sebagaimana diubah

Alasan-Alasan Perceraian

Alasan-Alasan Perceraian March 11, 2025 Merujuk Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), alasan-alasan perceraian adalah sebagai berikut: Khusus yang beragama Islam, merujuk Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, terdapat dua tambahan alasan perceraian selain alasan-alasan di atas yaitu:

Perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)?

Perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)? March 10, 2025 Merujuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, setidaknya terdapat 5 aspek perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu Masa Kerja, Bentuk Kontra, Pemberian Uang Pesangon dan Uang Penghargaan, Masa Percobaan dan Jenis Perkerjaan. 1. Masa Kerja, pada PKWT masa kerjanya memiliki batasan waktu sementara pada PKWTT masa kerjanya tidak memiliki batasan waktu; 2. Bentuk Kontrak, pada PKWT bentuk kontraknya harus dibuat secara tertulis dan dicatatkan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), sementara pada PKWTT bentuk kontraknya tidak harus dibuat secara tertulis, bisa dibuat secara lisan dan tidak perlu dicatatkan ke Disnaker. 3. Uang Pesangon dan Uang Penghargaan, pada PKWT tidak berhak mendapatkan Uang Pesangon dan Uang Penghargaan namun berhak atas Uang Kompensasi PKWT, sementara pada PKWTT berhak mendapatkan Uang Pesangon dan Uang Penghargaan. 4. Masa Percobaan, pada PKWT tidak memiliki masa percobaan, sementara pada PKWTT dapat memberikan masa percobaan maksimal 3 bulan. 5. Jenis Pekerjaan Pada PKWT jenis pekerjaannya adalah sebagai berikut: Sementara PKWTT jenis pekerjaannya adalah sebagai berikut:

Pemahaman Mengenai Perselisihan Hubungan Industrial dan Jenis-Jenisnya

Pemahaman Mengenai Perselisihan Hubungan Industrial dan Jenis-Jenisnya March 9, 2025 Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 juncto  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial (UU Penyelesaian PHI); Adapun terdapat 4 jenis Perselisihan Hubungan Industrial yaitu antara lain sebagai berikut: Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; (Pasal 1 angka 3 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak; (Pasal 1 angka 4 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan; (Pasal 1 angka 5 UU Penyelesaian PHI) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Hal-Hal yang Harus Dilakukan jika Dituduh Melakukan Penggelapan

Hal-Hal yang Harus Dilakukan jika Dituduh Melakukan Penggelapan March 8, 2025 Hal yang harus anda lakukan adalah membuktikan bahwa perbuatan yang dituduhkan kepada anda tersebut tidak memenuhi unsur-unsur Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun bunyi Pasal 372 KUHP tersebut: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Merujuk Pasal tersebut di atas, unsur-Unsur Pasal 372 KUHP antara lain sebagai berikut:a. barang siapa;b. dengan sengaja;c. melawan hukum;d. memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; dane. tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; Unsur-unsur Pasal 372 KUHP tersebut di atas harus dapat anda bantah, seperti contohnya:a. Unsur dengan sengaja dapat anda bantah dengan membuktikan bahwa anda tidak sengaja serta tidak ada niat sama sekali untuk melakukan perbuatan yang dituduhkan kepada anda.b. Unsur dengan melawan hukum dapat anda bantah dengan membuktikan bahwa anda telah melakukan perbuatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau aturan, perbuatan tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan apapun dan perbuatan tersebut anda lakukan dengan itikad baik.c. Unsur memiliki suatu barang dapat anda bantah dengan membuktikan bahwa barang tersebut tidaklah anda miliki, sama sekali tidak ada niat untuk memiliki barang tersebut dan tidak ada satu pun perbuatan anda yang menunjukkan bahwa anda menggunakan barang tersebut seolah-olah milik anda.d. Unsur terkahir dapat anda bantah dengan membuktikan bahwa penguasaan barang tersebut bukan pada anda dan tidak ada sama sekali niat anda untuk memiliki barang tersebut. Apabila anda berhasil membantah unsur-unsur atau salah satu unsur tersebut di atas maka unsur-unsur dalam Pasal 372 KUHP tidak terpenuhi sehingga anda tidak dapat dipidana atas dugaan tindak pidana penggelapan. Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Tidak Mampu Bayar Utang, Tidak Bisa Dipidana

Tidak Mampu Bayar Utang, Tidak Bisa Dipidana March 7, 2025 Seseorang yang tidak mampu membayar utang tidak bisa dipidana. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu: “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.” Lebih lanjut, Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 dan 39K/Pid/1984 menegaskan bahwa perkara hutang piutang adalah perkara perdata dan terhadap perkara perdata tersebut bukanlah tindak pidana. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 dan 39K/Pid/1984 “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.” Putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 dan 39K/Pid/1984 “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.” Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Seseorang yang tidak mampu membayar utang tidak bisa dipidana. Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Subjek Hukum dalam Perselisihan Hubungan Industrial

Subjek Hukum dalam Perselisihan Hubungan Industrial March 6, 2025 Subjek hukum dalam perselisihan hubungan industrial adalah pengusaha, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya kedua Undang-Undang ini disebut UU Ketenagakerjaan jo. UU Ciptaker) Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan jo. UU Ciptaker Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Adapun defenisi dari masing masing subjek hukum tersebut adalah sebagai berikut: Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan jo. Ciptaker) Pengusaha adalah: Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. (UU Ketenagakerjaan jo. Ciptaker) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Sertifikat Tanah Ganda, Sertifikat Mana Yang Menang?

Draft Tulisan Maruli January 22, 2025 Draft Tulisan Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:

Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak dan Kewajiban Konsumen March 4, 2025 Merujuk Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), hak-hak konsumen adalah sebagai berikut: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun kewajiban konsumen sebagaimana merujuk Pasal 5 UU Perlindungan Kosumen adalah sebagai berikut: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share: