Kantor Hukum Sumatra Lawyers

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana

Pecandu Narkotika Tidak Dapat Dipidana March 12, 2025 Pecandu Narkotika tidak dapat dipidana apabila pecandu narkotika tersebut telah melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 55 juncto Pasal 128 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Pasal 55 UU Narkotika(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 128 ayat (2) dan (3) UU Narkotika(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana. Lebih lanjut, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 telah menerapkan pasal tersebut di atas, dimana majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa seharusnya tidak bisa dituntut karena alasan pengecualian penuntutan pidana sesuai ketentuan Pasal 55 ayat (2) juncto Pasal 128 ayat (3) UU Narkotika. Majelis hakim menunjuk fakta bahwa terdakwa sudah melaporkan diri sebagaimana dibuktikan surat keterangan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kediri tertanggal 10 Desember 2015 dan BNN juga merekomendasikan terdakwa mengikuti perawatan medis dalam bentuk rehabilitasi rawat inap. Dalam Putusan tersebut, majelis Hakim juga merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 juncto SEMA Nomor 3 Tahun 2011, yang mengatur tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Pada pokoknya ketentuan SEMA tersebut membenarkan pecandu atau penyalah guna narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan narkotika jenis sabu maksimum 1 gram. Adapun pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1166 K/Pid.Sus/2016 selengkapnya adalah sebagai berikut: “Bahwa, terlepas alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum, Judex Facti salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, putusan Judex Facti bertentangan dangan ketentuan sebagaimana dimaksud di bawah ini;Bahwa, ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 menegaskan bahwa pecandu Narkotika yang sudah dewasa melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya ke Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, dan atau lembaga rehabilitasi medis atau sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis atau sosial;Bahwa, ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menentukan pecandu yang sudah dewasa sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (2), yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 kali masa pengobatan/ perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk pemerintah tidak dapat dituntut;Bahwa, konstruksi fakta hukum berdasarkan actus reus pada tanggal 14 September 2015 bertempat di rumah kontrakan Terdakwa Bambang Susilo bin Bajuri di Ruko Pasar Sepi Kota Kediri dilakukan penangkapan dan penggeledahan. Polisi menemukan 1 bungkus plastik Narkotika jenis sabu berat 0,31 gram serta pipet kaca yang sudah pecah. Sabu tersebut diperoleh/dibeli Terdakwa dari Roma dengan cara memesan melalui telepon lalu mentransfer uangnya, setelah itu mengambil Narkotikanya dengan sistem ranjau. Harga sabu tersebut sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah);Bahwa, Terdakwa ditangkap oleh 2 orang polisi, di persidangan menerangkan bahwa saat ditangkap Terdakwa membawa, menguasai, menyimpan, memiliki Narkotika jenis sabu seberat 0,31 gram. Dipersidangan Terdakwa membenarkan keterangan polisi kalau dirinya membawa, menguasai, memiliki Narkotika. Terdakwa sudah 4 kali membeli sabu dari Roma. Terdakwa sudah berada pada kategori ketergantungan Narkotika pada tingkat yang berat. Sehingga 6 bulan yang lalu Terdakwa pernah datang ke BNN Kota Kediri untuk melaporkan diri sebagai penyalahguna yang sudah kecanduan. Terdakwa pada waktu melaporkan diri BNN telah melakukan assesment;Bahwa, BNN Kota Kediri ketika melakukan assesment menyarankan kepada Terdakwa untuk mengikuti program rehabilitasi rawat inap tetapi Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga sehingga menolak untuk direhabilitasi rawat inap dan meminta rehabilitasi rawat jalan.Bahwa dalam masa perawatan Terdakwa datang satu kali sehingga Terdakwa mengalami perawatan pada saat pertama melaporkan diri dan satu kali setelah assesment rawat jalan.Bahwa assesment dan perawatan pertama dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015, setelah itu Terdakwa datang kembali untuk direhabilitasi rawat jalan;Bahwa, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan Terdakwa sebagai penyalahguna/kecanduan telah memenuhi ketentuan Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 karena telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri dan telah dilakukan assesment dan pengobatan sebanyak dua kali maka secara hukum Terdakwa yang tertangkap membawa, menyimpan atau memiliki Narkotika sebanyak 0,31 gram tidak dapat dilakukan proses atau tuntutan hukum.Bahwa penuntutan terhadap Terdakwa merupakan suatu bentuk kriminalisasi sebab perbuatan Terdakwa a quo telah dikecualikan oleh Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 jo. SEMA No.4 Tahun 2010 perubahan SEMA No.3 Tahun 2011;Bahwa, pada pokoknya ketentuan dalam SEMA tersebut membenarkan penyalahguna Narkotika yang sedang menjalani masa perawatan/rehabilitasi rawat jalan membawa, memiliki, menyimpan atau menggunakan Narkotika jenis sabu maksimum 1 gram;Bahwa, tindakan aparat hukum dalam menangani Terdakwa yang telah melaporkan diri ke pihak BNN Kota Kediri seharusnya tidak melakukan proses hukum, melainkan langsung melakukan perawatan medis dengan cara rehabilitasi rawat INAP berdasarkan rekomendasi assesment BNN Kota Kediri;Bahwa, untuk membuktikan benar Terdakwa telah melaporkan diri dan telah diassesmet oleh BNN Kota Kediri didasarkan pada Surat Keterangan dari BNN Kota Kediri tanggal 10 Desember 2015;Bahwa, berdasarkan alasan pertimbangan tersebut perbuatan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika namun tidak dapat dituntut karena ada alasan pengecualian penuntutan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 jo. SEMA No. 4 Tahun 2010 sebagaimana diubah

Mobil Anda Disita Dan Dirampas Untuk Negara Dalam Perkara Narkotika, Apa Upaya Hukumnya yang Dapat Dilakukan?

Mobil Anda Disita Dan Dirampas Untuk Negara Dalam Perkara Narkotika, Apa Upaya Hukumnya yang Dapat Dilakukan? February 17, 2025 Upaya hukum yang dapat anda lakukan jika mobil anda disita dan dirampas untuk negara dalam perkara narkotika adalah dengan mengajukan keberatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Pasal 101 ayat (2) UU Narkotika Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama Pasal 101 ayat (1) UU Narkotika Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara. Merujuk aturan tersebut di atas, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mangajukan keberatan tersebut adalah sebagai berikut: Keberatan diajukan dalam bentuk Perlawanan dan Pemilik Mobil berkedudukan sebagai pihak Pelawan dan Kejaksaan berkedudukan sebagai pihak Terlawan; Perlawanan diajukan secara perdata kepada pengadilan negeri yang bersangkutan yaitu pengadilan yang memutus perkara tindak pidana narkotika; Pelawan haruslah terbukti sebagai Pelawan atau pihak yang beritikad baik; dan Perlawanan diajukan dengan tenggang waktu 14 (empat belas hari) setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama Adapun contoh beberapa Putusan Pengadilan yang menerapkan ketentuan Pasal 101 ayat (2) UU Narkotika tersebut antara lain: Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor : 14/PDT.PLW/2014/PN.STB; Putusan Pengadilan Negeri Sanggau Nomor: 45/Pdt.Plw/2020/PN Sag; dan Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor : 14/Pdt.Plw/2013/PN.Plw. Informasi Hukum ini ditulis oleh Buntora Situmorang – Pengacara Medan, keahlian Perkara Pidana khususnya Tindak Pidana Narkotika. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 822-8503-7173. Share:

Hasil Pemeriksaan Urine Positif Narkotika Tidak Dapat Digunakan Untuk Menghukum Pelaku Tindak Pidana Narkotika, Jika . . .

Hasil Pemeriksaan Urine Positif Narkotika Tidak Dapat Digunakan Untuk Menghukum Pelaku Tindak Pidana Narkotika, Jika . . . January 22, 2025 Hasil pemeriksaan urine positif narkotika tidak dapat digunakan untuk menghukum pelaku tindak pidana narkotika jika hasil pemeriksaan urine tersebut adalah satu-satunya alat bukti yang digunakan untuk menghukum pelaku. Hal tersebut sesuai dengan Kaidah Hukum Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3/Yur/Mil/2018 (Yurisprudensi) yang berbunyi: “Bahwa keberatan Oditur Militer atas ketidakterbuktian dakwaan Oditur Militer in casu, tidak dapat dibenarkan karena tidak terdapat alat bukti yang cukup untuk dapat membuktikan kesalahan Terdakwa in casu. Di dalam persidangan tidak terdapat keterangan saksi dan keterangan Terdakwa yang menyatakan bahwa Terdakwa telah mengkonsumsi Narkotika. Satu-satunya alat bukti adalah alat bukti surat yaitu hanya Laporan Hasil Uji Laboratorium Nomor 03-1/LHU/LABKES/KP-Tx/IV/2016 tanggal 13 Mei 2016 yang dikeluarkan Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan yang menyatakan bahwa dalam urine Terdakwa mengandung Amphetamina dan Methapemanima yang terdaftar dalam Narkotika Golongan I Nomor Urut 53 lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, demikian pula sampel darah Terdakwa mengandung Amphetamina Bahwa ALAT BUKTI SURAT TERSEBUT MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG BERDIRI SENDIRI KARENA TIDAK DIDUKUNG ALAT BUKTI LAINNYA. Dengan demikian, alat bukti surat tersebut tidak dapat dengan serta merta digunakan untuk menyimpulkan keterbuktian perbuatan yang didakwakan Oditur Militer in casu. In casu, tidak dapat ditentukan locus dan tempus delicti atas perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa in casu.” Lebih lanjut, 183 KUHAP mengatur bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan tanpa didasari oleh adanya 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan Hakim. Dua alat bukti dan keyakinan Hakim tersebut harus menunjukkan bahwa benar Terdakwa adalah pelaku atas tindak pidana yang sedang didakwakan. Dalam perkara narkotika, seringkali Terdakwa dihadapkan ke persidangan hanya dengan alat bukti berupa hasil pemeriksaan urine yang menyatakan bahwa urine Terdakwa positif mengandung narkotika. Hasil pemeriksaan ini menjadi persangkaan kuat bahwa Terdakwa telah menggunakan narkotika yang dilarang dalam Pasal 127 Undang-Unang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan merujuk Yurisprudensi di atas maka alat bukti surat berupa hasil pemeriksaan urine apabila tidak didukung oleh bukti lainnya untuk menunjukan Terdakwa telah menggunakan narkotika, maka hasil pemeriksaan tersebut tidak dapat dapat dijadikan alat bukti dalam perkara in casu. Dengan demikian, maka dapatlah disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan urine terdakwa tindak pidana narkotika tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat bukti untuk menghukum terdakwa. Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share: