Perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)?

Perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)? March 10, 2025 Merujuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, setidaknya terdapat 5 aspek perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pekerjaan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu Masa Kerja, Bentuk Kontra, Pemberian Uang Pesangon dan Uang Penghargaan, Masa Percobaan dan Jenis Perkerjaan. 1. Masa Kerja, pada PKWT masa kerjanya memiliki batasan waktu sementara pada PKWTT masa kerjanya tidak memiliki batasan waktu; 2. Bentuk Kontrak, pada PKWT bentuk kontraknya harus dibuat secara tertulis dan dicatatkan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), sementara pada PKWTT bentuk kontraknya tidak harus dibuat secara tertulis, bisa dibuat secara lisan dan tidak perlu dicatatkan ke Disnaker. 3. Uang Pesangon dan Uang Penghargaan, pada PKWT tidak berhak mendapatkan Uang Pesangon dan Uang Penghargaan namun berhak atas Uang Kompensasi PKWT, sementara pada PKWTT berhak mendapatkan Uang Pesangon dan Uang Penghargaan. 4. Masa Percobaan, pada PKWT tidak memiliki masa percobaan, sementara pada PKWTT dapat memberikan masa percobaan maksimal 3 bulan. 5. Jenis Pekerjaan Pada PKWT jenis pekerjaannya adalah sebagai berikut: Sementara PKWTT jenis pekerjaannya adalah sebagai berikut:
Pemahaman Mengenai Perselisihan Hubungan Industrial dan Jenis-Jenisnya

Pemahaman Mengenai Perselisihan Hubungan Industrial dan Jenis-Jenisnya March 9, 2025 Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial (UU Penyelesaian PHI); Adapun terdapat 4 jenis Perselisihan Hubungan Industrial yaitu antara lain sebagai berikut: Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; (Pasal 1 angka 3 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak; (Pasal 1 angka 4 UU Penyelesaian PHI) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan; (Pasal 1 angka 5 UU Penyelesaian PHI) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:
Subjek Hukum dalam Perselisihan Hubungan Industrial

Subjek Hukum dalam Perselisihan Hubungan Industrial March 6, 2025 Subjek hukum dalam perselisihan hubungan industrial adalah pengusaha, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya kedua Undang-Undang ini disebut UU Ketenagakerjaan jo. UU Ciptaker) Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan jo. UU Ciptaker Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Adapun defenisi dari masing masing subjek hukum tersebut adalah sebagai berikut: Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan jo. Ciptaker) Pengusaha adalah: Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. (UU Ketenagakerjaan jo. Ciptaker) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share:
Sanksi Bagi Perusahaan yang Telat Bayar Gaji

Sanksi Bagi Perusahaan yang Telat Bayar Gaji February 22, 2025 Perusahaan yang telat membayar gaji DIKENAKAN SANKSI DENDA sebagaimana yang diatur dalam Pasal 81 angka 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) juncto Pasal 88A ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang berbunyi: “Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran Upah, DIKENAKAN DENDA sesuai dengan persentase tertentu dari Upah Pekerja/Buruh.” Adapun besaran denda tersebut diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan) yang berbunyi: “Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dikenai denda, dengan ketentuan: a. mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan; b. sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan c. sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah.” Lebih lanjut, pengenaan denda gaji tersebut di atas tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja. (Pasal 61 ayat (2) PP Pengupahan) Informasi Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Pengacara Jakarta dan Medan, keahlian Perkara Pidana, Perdata dan Perusahaan atau Bisnis. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308. Share: